Demonstran “Terkam” Polwan di Luar Pengadilan, Komisioner KPU Palembang Hanya Dituntut Enam Bulan

PALEMBANG, SIMBUR  – Sidang tuntutan kasus lima komisioner KPU Palembang diwarnai unjuk rasa puluhan mahasiswa. Mereka tergabung dalam aliansi mahasiswa Sumatera Selatan (Sumsel) dari beberapa perguruan tinggi. Demo berlangsung di Pengadilan Negeri Palembang Klas 1-A Khusus, Kamis (11/7).

Unjuk rasa mengawal persidangan tersebut sempat diwarnai saling dorong berujung adu mulut antara mahasiswa dan polisi. Kejadian tersebut dipicu karena ada oknum mahasiswa yang diduga melakukan aksi tidak terpuji dengan “menerkam” polwan yang saat itu berada di garis depan.

Anggota Polisi yang tidak terima, sempat akan mengamankan oknum tersebut, namun dapat dicegah oleh mahasiswa lainnya. “Jangan tangkap, kami mahasiswa,” seru salah satu mahasiswa saat oknum tersebut akan diamankan.

Beberapa petugas terlihat geram dengan aksi tidak terpuji tersebut. Mereka menyayangkan sikap oknum mahasiswa tersebut yang dianggap tidak terpuji terhadap salah satu polwan yang bertugas. “Itu anaknya yang gondrong dan pakai kalung. Itu yang belah tengah,” ujar salah satu petugas saat ditanya oleh petugas lainnya.

Terkait kejadian tersebut, koordinator aksi, Satria Prima yang juga mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang meminta maaf atas kejadian yang sama sekali di luar perkiraan. “Terkait kejadian dorong-dorongan tadi, mungkin ada pihak kepolisian yang sedikit marah karena tadi polwan yang di (garis) depan. Untuk itu kami minta maaf. Tetapi kami sudah berkali-kali mengingatkan pihak kepolisian. Kami rasa pihak pengadilan juga mendengar tetapi tidak satu pun yang mewakili untuk keluar dan mendengarkan aspirasi kami,” jelasnya.

Ditambahkan, dirinya menganggap mahasiswa menjadi agresif disebabkan karena jiwa muda, apalagi dalam situasi menunggu lama pihak pengadilan yang belum mau menemui demonstran. “Kalau yang aksi (kejadian) tadi, sebenarnya mahasiswa itu jiwa muda. Mungkin mahasiswa itu kan sudah lama menyampaikan aspirasi tapi tidak ada satupun yang mendengarkan (perwakilan pengadilan). Kami melakukan aksi tapi didengar pihak kepolisian kan percuma,” lanjutnya.

Dalam aksi tersebut, ada enam poin pernyataan sikap yang langsung disampaikan di depan Humas Pengadilan Negeri Palembang. Pertama, mengutuk keras tindakan yang dilakukan komisioner KPU Palembang atas kasus penghilangan hak suara masyarakat dalam Pemilu 2019.

Kedua, mengapresiasi dan mendukung kinerja Polresta Palembang dan Sentra Gakkumdu yang telah mengungkap kasus tindak pidana Pemilu 2019. Ketiga, mendukung JPU dalam melakukan tuntutan sesuai dengan UU yang berlaku. Keempat, meminta kepada Hakim Pengadilan Negeri Palembang untuk melakukan proses pengadilan yang seadil-adilnya.

Kelima, meminta kepada Komisi Yudisial Sumsel untuk pro aktif melakukan pengawasan terhadap proses sidang kasus KPU Kota Palembang. Keenam, akan terus mengawal kasus tersebut sampai tuntas.

Sementara, Humas Pengadilan Negeri Palembang Klas 1-A Khusus, Hotnar Simarmata SH MH mengapresiasi pernyataan sikap yang dicetuskan. “Jelasnya, perkara ini sedang bergulir di persidangan. Percayalah karena hakim juga sudah mengangkat sumpah jabatan. Kami berharap semua yang terlibat dalam persidangan ini bisa memberi ruang dan waktu cukup kepada majelis hakim untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut saya, tidak akan ada yang bisa mengintervensi hakim,” jawabnya.

Mengenai tuntutan yang disampaikan, pihaknya hanya memberitahukan bahwa persidangan hari ini menurut laporan dari jaksa penuntut umum (JPU) ke majelis hakim bahwa laporan mereka belum bisa dibacakan atau belum siap. Oleh karena itu majelis masih menunggu, dan persidangan belum ditunda.

“Jelas, apapun alasannya perkara ini pastilah diputus oleh majelis hakim. Hanya saja, dalam proses sampai putusan itu, ada aturan dalam hukum acara yang harus diikuti oleh majelis hakim. Kalau majelis hakim maunya cepat selesai. Terus terang hal ini menjadi beban juga bagi pengadilan (dan) ingin menyelesaikan dengan cepat. Tetapi tidak bisa hanya maunya pengadilan karena di dalam penanganan perkara ada beberapa pihak yang terlibat,” ungkapnya.

Hotnar berharap mahasiswa bisa bersabar, karena untuk keputusan sidang sampai sekarang tidak bisa dipastikan dengan melihat dinamika perkembangan persidangan. Karena kalau hukum acaranya, hakim tidak boleh memutus perkara kalau belum dituntut JPU. “Masih ditunggu perkembangannya dan tolong bersabar,” ujar Hotnar.

Sementara itu, setelah tertunda kurang lebih tujuh jam, lanjutan sidang tuntutan kepada lima komisioner KPU Palembang akhirnya dimulai sekitar pukul 16.30 sore. Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) sepakat menuntut kelima komisioner KPU Palembang dengan tuntutan enam bulan penjara masa percobaan satu tahun. Selain itu, kelimanya harus membayar denda sebesar Rp 10 juta subsider satu bulan penjara.
“Pertama, menuntut supaya majelis hakim yang menangani perkara ini memutuskan, menyatakan kelima terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta bersama-sama dengan sengaja menyebabkan orang-orang kehilangan hak pilihnya sebagaimana diatur dalam Pasal 510 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum Juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Kedua, menjatuhkan pidana kepada kelima terdakwa masing-masing pidana penjara selama enam bulan penjara dengan masa percobaan selama satu tahun, dan denda sebesar Rp 10 juta subsider satu bulan penjara,” tegas JPU Ursula dewi saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Kamis (11/7).

Dijelaskan Ursula, pasal yang terbukti adalah dakwaan JPU yang kedua yaitu Pasal 510 UU 7/2017 Juncto Pasal 55 Ayat 1 (1) KUHP. “Berdasarkan petunjuk dari pimpinan, memang fakta-fakta di persidangan dari saksi-saksi perbuatan mereka terbukti. Terbukti telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan,”jelasnya usai sidang.

Dilanjutkan, karena dakwaan JPU bersifat alternatif, maka pihaknya memilih mana dakwaan yang langsung mengena kepada terdakwa, tetapi ada hal yang meringankan dan memberatkan. Dimana seperti biasanya dalam menuntut, jaksa berdasarkan hal yang meringankan dan memberatkan.

“Tapi, kami juga ada hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Dari hal yang meringankan ternyata lebih banyak, dan salah satunya adalah para terdakwa juga telah berperan dalam pelaksanaan Pemilu 2019 di Kota Palembang. Jadi berdasarkan petunjuk pimpinan, tuntutan sudah kami bacakan,” ujarnya.

Ketua KPU Palembang yang juga merupakan salah satu dari lima terdakwa, Eftiyani mengatakan jika proses belum selesai dan pihaknya masih memiliki kesempatan melakukan pembelaan, walau Eftiyani meresa lelah mengikuti proses yang berjalan. “Belum selesai, masih tuntutan. Kami kan masih punya hak untuk menyampaikan pembelaan besok pagi. Jadi kami berharap berkah jelang salat Jumat, persoalan (KPU) Palembang selesai,” ujarnya seraya mengaku capek saat ditanya mengenai perasaannya usai mengetahui tuntutan JPU.

Sementara, Ketua Tim Penasihat Hukum KPU Palembang Rusli Bastari tetap optimis jika klainnya akan bebas dari segala tuntutan hukum. “Mudah-mudahan nanti apa yang kami sajikan dalam pembelaan akan dipertimbangkan oleh majelis hakim. Kalau kami harapnya bebas. Tuntutan JPU memang terbukti, walaupun hukumannya kan percobaan. Saya belum bisa mengatakan apakah (kesalahan) administratif, pokoknya saya akan membuat pembelaan besok bahwa klien saya tidak bersalah,” tegasnya optimis.

Untuk diketahui, sidang lanjutan terkait kasus pidana pemilu yang menjerat lima komisioner KPU Palembang, Eftiyani (ketua), Yetty Oktarina, Abdul Malik, Alex Barzili, dan Syafaruddin Adam, akan dilanjutkan Jumat pukul 08.00 pagi. Sidang tersebut akan dimulai dengan mendengar pembelaan dari terdakwa, dan majelis hakim berharap sidang tersebut bisa diputus majelis hakim sebelum salat Jumat. (dfn)