Tempat Lompatan Tim Sukses dan Keluarga Pejabat, Penyebab BUMD Terus Merugi

PALEMBANG, SIMBUR – Kebanyakan badan usaha milik daerah (BUMD) terus merugi. Fenomena itu terjadi di berbagai daerah dari tahun ke tahun. Pengamat ekonomi  Sumsel, Yan Sulistyo mengemukakan tiga hal penyebabnya. Faktor pertama dan paling utama karena diduga menjadi sarang atau batu lompatan tim sukses dan keluarga pejabat daerah.

“Pertama, salah menempatkan orang dalam struktur organisasi BUMD. Karena yang diketahui BUMD itu selalu menjadi tempat lompatan para tim sukses. Yang terjadi adalah ‘the wrong man in the right place’. Kedua, BUMD itu tidak mempunyai model bisnis yang bagus atau strategis dan tidak mempunyai visi-misi yang jelas akan dikemanakan bisnis itu. Harusnya ketika seseorang sudah duduk di kursi direksi, dia sudah paham model bisnisnya bagaimana dan strategi apa yang harus dilakukan,” ujarnya kepada Simbur, Jumat (30/8).

Faktor ketiga, lanjut Yan, terjadi mismanajemen. Artinya, mismanajemen adalah akumulasi dari menempatkan orang yang tidak tepat, tidak mempunyai model bisnis yang bagus, dan kacau semuanya. “Bisa saja karyawan yang di dalamnya ada anak pejabat inilah, keponakan direksi, dan macam-macam. Tiga aspek itulah yang saya lihat mengakibatkan banyak BUMD yang merugi,” tambah Yan.

Yan Sulistyo mengatakan adanya wacana pembubaran BUMD yang merugi tentu merupakan langkah efisiensi anggaran, baik pemerintah daerah atau pusat. Tidak banyak BUMD di seluruh provinsi yang ada di Indonesia memberikan keuntungan. Di Sumsel, keberadaan BUMD tentu diharapkan dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD). Justru tidak menjadi beban bagi anggaran daerah. Namun sayang, tidak semua BUMD di Sumsel telah memberikan profit atau keuntungan dari hasil bisnis yang dikembangkan.

“Rata-rata 85 persen itu memberikan kerugian dengan kinerja yang sangat buruk. Sementara setiap tahun ingin mendapatkan tambahan penyertaan modal. Saya ambil contoh di Sumsel saja, hanya tiga BUMD yang (sampai saat ini) memberikan keuntungan sementara tujuh BUMD lainnya memberikan dampak kerugian secara finansial. Itu tentu akan memberikan efesiensi jika BUMD itu ditutup,” ujarnya.

Lanjut Yan, selain penutupan BUMD ada cara lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah atau pusat dengan melakukan merger atau akuisisi bahkan dengan membentuk perusahaan holding di daerah.

Bicara tentang merger atau akuisisi, tambahnya, itu ada dua sistem. Pertama merger vertikal adalah merger yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang saling berhubungan, misalnya dalam alur produksi yang berurutan. Selain itu,  ada merger horizontal yaitu merger yang dilakukan oleh usaha sejenis (usahanya sama).

Di satu sisi membubarkan atau melakukan merger, akuisisi bahkan holding akan berdampak positif bagi keuangan daerah. Namun, di sisi lain tentu akan ada PHK bagi karyawan BUMD yang sudah tidak lagi menjalankan bisnisnya. Hal tersebut konsekuensi logis oleh Yan, dan menganggap jika efisiensi keungan daerah akan lebih berdampak positif bagi masyarakat Sumsel.

“Itu salah satu konsekuensi dari satu kebijakan. Tetapi menurut saya tidak terlalu besar jumlah karyawan BUMD. Karena BUMD itukan tidak mempunyai cabang dan hanya berkantor pusat di Palembang saja, sehingga karyawannya tidak terlalu banyak. Tidak terlalu signifikan PHK yang akan terjadi,” paparnya.

Masih kata Yan, banyak kebutuhan daerah yang lain yang akan dilakukan selain menyuntik dana kepada BUMD yang merugi. Karena kalau berbicara tentang suntikan dana itu rata-rata Rp 5 miliar, bahkan ada yang mencapai Rp 50 miliar. “Angka-angka tersebut kalau bisa untuk perbaikan infrastruktur yang ada di kabupaten/kota. Itu dampaknya lebih besar bagi masyarakat dibandingkan hanya untuk membantu  BUMD yang selalu merugi dari tahun ke tahun,” ungkapnya.(dfn)