Tumbuh Tanpa Menunggu Bantuan

PALEMBANG, SIMBUR – Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo telah mencanangkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai prioritas yang dimasukan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2021 dengan alokasi Rp356,5 triliun. Kebijakan tersebut tentu sangat membantu pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia, khususnya Sumatera Selatan. Akan tetapi, anggaran penanggulangan Covid-19 yang telah direalokasi pemerintah daerah realisasinya sangat sedikit digunakan sehingga dapat menghambat pemulihan ekonomi nasional.

Yan Sulistyo, pengamat ekonomi dan konsultan perbankan asal Sumsel mengatakan, perekonomian daerah pun sebenarnya bisa tumbuh tanpa harus menunggu bantuan dari pemerintah pusat. “Kalau saya runut dari bulan April sampai sekarang, sebenarnya ekonomi Sumsel bisa tumbuh tanpa adanya bantuan dari pemerintah pusat. Mengapa demikian, karena alokasi anggaran pada masing-masing kabupaten/kota sudah ada untuk penanggulangan wabah Covid-19 ini. Hanya saja, yang dibelanjakan oleh pemerintah kabupaten/kota sedikit sekali,” ungkap Yan Sulistyo, dikonfirmasi Simbur, Sabtu (15/8) malam.

Yan mengambil contoh Pemerintah Kota Palembang. Ketika di bulan April, jelasnya, Pemkot Palembang mengalokasikan anggaran Rp480 miliar untuk penanggulangan wabah Covid-19 tapi realisasinya tidak sampai Rp50 miliar. “Dengan realisasi yang sedikit itu saja, pertumbuhan ekonomi Sumsel kuartal pertama masih tinggi 4,97 persen dibanding pertumbuhan ekonomi nasional 2,9 persen,” terangnya.

Artinya, lanjut dia, dengan adanya anggaran kabupaten/kota termasuk anggaran yang dialokasikan pemerintah provinsi yang dikeluarkan dan dibelanjakan untuk konsumsi masyarakat, sebenarnya ekonomi  sudah bisa tumbuh. “Mengapa bisa tumbuh karena sektor bisnis yang ada di Palembang dan Sumsel risikonya masih rendah bila dibanding Jawa. Karena tidak ada pemain besar. Kalau di Jakarta hingga Jawa risiko tinggi karena industri besar, skala global. Sementara, di Sumsel skala regional, risikonya sangat rendah,” jelasnya.

Menurut dia, kalau pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota membelanjakan semua anggaran yang sudah disisir (refocusing) untuk penanggulangan wabah Covid sebenarnya aman-aman saja. Ekonomi Sumsel bisa selamat. Lanjut Yan, dengan adanya pemulihan ekonomi nasional dari pemerintah pusat, di mana alokasinya banyak untuk membantu UMKM, stimulus karyawan swasta, dan program lain sebenarnya bisa sangat membantu ekonomi di daerah, termasuk Sumsel.

“Masalahnya, pemerintah daerah effort-nya masih kurang. Masih selalu mengharap bantuan dari pusat. Sebenarnya kalau dilihat konsep otonomi daerah, kebijakan-kebijakan bisa diambil dari gubernur, bupati dan wali kota. Ini dikit-dikit minta petunjuk pusat seolah gubernur, bupati/wali kota tidak bisa kerja. Seperti pejabat ngemis ke pusat,” ujarnya.

Ditambahkannya pula, implikasi pemulihan ekonomi nasional untuk UMKM seharusnya bisa membantu ekonomi. Karena menurut dia, struktur ekonomi secara nasional yang paling besar adalah UMKM. “Jadi kalau UMKM diselamatkan, ekonomi akan selamat. Kita punya pengalaman krisis moneter 1998. Penyelamat ekonomi adalah UMKM,” tegasnya.

Begitu juga dengan wabah ini, sambungnya, sudah menjadi tugas pemerintah. Selain pemulihan ekonomi nasional juga harus meredam bertambahnya wabah Covid-19 yang semakin meningkat. Ekonomi nasional harus dilakukan dan diimbangi dengan tindakan preventif bagaimana masyarakat menerapkan protokol kesehatan.

“Percuma saja pemulihan ekonomi nasional dilakukan kalau wabah Covid-19 terus meningkat. Jika tidak ada pencegahan yang dilakukan, maka uang yang dikeluarkan pemerintah hingga mencapai triliunan itu mubazir saja,” sesalnya.

Yan mengamati anggaran yang sudah di-refocusing tapi dikembalikan ke pos masing-masing, lalu pemerintah daerah mengharap bantuan dari pemerintah pusat. “Terlihat karakteristik pejabat hanya seperti mental pengemis.  Mau cari aman atau cari enaknya saja,” tegasnya.

Terkait daya beli masyarakat, Yan menambahkan, saat diberlakukan PSBB tentu berdampak pada usaha. Itu jelas berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat. Mereka tidak mengeluarkan uangnya kepada pelaku usaha. Belum lagi aktivitas masyarakat di rumah saja.

“Masyarakat hanya mengalokasikan uang yang mereka miliki untuk pendidikan, kesehatan, dan keperluan rumah tangga atau belanja dapur. Uangnya mengendap di rumah saja, tidak menyebar. Sekarang sudah dibuka. Masyarakat mulai ramai dengan banyak kegiatan,” urainya.

Masih kata dia, sekarang sudah banyak usaha yang buka. Ini merupakan program pemerintah. Masyarakat mulai ramai dengan banyak kegiatan. Masyarakat mulai keluar rumah dan bisa membelanjakan uangnya tapi harus tetap menerapkan protokol kesehatan.

Ditegaskannya pula, proses recovery tidak bisa serta merta selesai pada akhir tahun 2020. Yan mengimbau untuk memperkuat jaringan pengaman sosial (JPS) agar masyarakat bisa makan dan minum. “Intinya masyarakat sehat dahulu. Kalau sehat, bisa mencari pekerjaan,” imbaunya.

Dijelaskan, ada tiga sebab yang menyebabkan recovery tidak bisa selesai akhir tahun. Pertama, masih terbatasnya investasi dari negara lain. Kedua, pemerintah tidak menerima wisatawan itu berdampak pada pendapatan UMKM. Ketiga, masih ada ketakutan masyarakat keluar rumah karena Covid. “Kondisi ekonomi masyarakat sakit semua. Kalau mereka punya uang pasti digunakan untuk bayar angsuran dulu, bagaimana memenuhi kebutuhan rumah tangga,” tandasnya.

Diketahui, ada enam hal yang menjadi prioritas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pertama, penanganan kesehatan dengan anggaran sekitar Rp 25,4 triliun untuk pengadaan vaksin antivirus, sarana dan prasarana kesehatan, laboratorium, litbang, serta bantuan iuran BPJS untuk PBPU. Kedua, diarahkan untuk perlindungan sosial pada masyarakat menengah ke bawah dengan alokasi anggaran Rp110,2 triliun. Perlindungan sosial ini dilakukan melalui Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, Kartu Prakerja serta bantuan sosial (bansos) tunai.

Ketiga dialokasikan anggaran untuk peningkatan pariwisata, ketahanan pangan dan perikanan, kawasan industri, pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), pinjaman ke daerah, dan antisipasi pemulihan ekonomi. Anggaran ini diberikan ke sektoral Kementerian/Lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (Pemda) sebesar Rp136,7 triliun.

Keempat, dukungan pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sekitar Rp 48,8 triliun. Anggaran bakal disalurkan melalui subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR), pembiayaan UMKM, penjaminan serta penempatan dana di perbankan. Kelima, program PEN untuk pembiayaan korporasi dengan alokasi anggaran Rp 14,9 triliun yang ditugaskan ke lembaga penjaminan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Keenam adalah insentif usaha dengan alokasi anggaran Rp 20,4 triliun, melalui pajak ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan pajak penghasilan (PPh) impor, dan pengembalian pendahuluan pajak pertambahan nilai (PPN).(maz)